Kepala Departemen Pengembangan Produk Syariah Adira Insurance, Bambang Haryanto, mengungkapkan, perolehan unit syariah Adira Insurance tercatat sudah melebih target pada Oktober 2012.
"Sejak Januari-Oktober 2012, Adira Insurance telah memperoleh premi lebih dari Rp 103 miliar untuk produk asuransi syariahnya, tumbuh 183 persen dari perolehan premi pada periode yang sama di 2011 yang mencapai Rp 36 miliar," ucap Bambang, Senin, 19 November 2012.
Adapun target awal premi perusahaan sepanjang tahun ini sebesar Rp 100 miliar. Melihat pertumbuhan ini, Adira Insurance yakin pertumbuhan premi produk-produk syariahnya bisa mencapai Rp 145 miliar pada akhir 2012.
Menurut Bambang, perolehan premi tersebut didominasi oleh perolehan premi kendaraan roda dua yang menyumbang pendapatan premi sekitar 55 persen dari seluruh produk yang ada. Adapun premi asuransi dari kendaraan roda empat memiliki porsi 37 persen dari total premi produk-produk asuransi syariah yang ada di Adira Insurance.
"Sisanya, pendapatan premi dari asuransi syariah diperoleh dari produk-produk non kendaraan bermotor. Sumbangannya sekitar 10 persen," ucapnya.
Bila mengacu pada bisnis asuransi dan reasuransi syariah nasional yang mengalami percepatan pertumbuhan, hingga pertengahan tahun ini, premi telah mencapai 7,42 persen dari total premi asuransi dan reasuransi. Pada akhir tahun lalu, porsinya baru mencapai 3,8 persen.
Presiden Direktur Adira Insurance, Indra Baruna menjelaskan, kebijakan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia membatasi uang muka kredit kendaraan bermotor, tak lantas mendorong secara signifikan pembiayaan kendaraan bermotor melalui Bank Syariah maupun Leasing Syariah. Persoalannya, aset belum cukup besar untuk menampung limpahan nasabah dari konvensional.
“Aset bank syariah belum besar, jadi belum bisa maksimal pemberian pembiayaannya. Jadi kalau pembiayaannya tidak ada, apa yang mau diasuransikan?" ujarnya.
Indra menambahkan, bank dan leasing syariah juga harus lebih hati-hati dengan peralihan nasabah pembiayaan dari bank konvensional. "Secara risiko lebih besar, karena ini kan orang-orang yang tidak memenuhi aturan uang muka konvensional, jadi harus hati-hati," ucapnya.
Hingga pertengahan 2012, porsi premi asuransi kerugian dan reasuransi syariah telah mencapai Rp 586 miliar atau 5,19 persen dari total premi industri tersebut yang mencapai Rp 11,3 triliun. Pada akhir 2011, porsinya baru mencapai 2,83 persen dari total premi industri tersebut yang mencapai Rp 33,63 triliun.
Adapun porsi premi asuransi dan reasuransi jiwa syariah telah mencapai 8,3 persen atau Rp 2,36 triliun dari total premi industri tersebut yang mencapai Rp 28,42 triliun. Pada akhir 2011, porsinya baru mencapai 4,14 persen dari total premi industri tersebut yang mencapai Rp 97,29 triliun. (danu)