Kamis, 21 Maret 2013

Asuransi Syariah Tumbuh 40 Persen 2013


 REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) memperkirakan pertumbuhan industri asuransi syariah pada 2013 mencapai 30-40 persen. Tahun depan juga diperkirakan akan menjadi puncak pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia.

Pertumbuhan ini didorong oleh bertambahnya satu perusahaan asuransi syariah akibat dua aturan baru di industri tersebut. Kedua aturan tersebut adalah modal minimal perusahaan dan spin off unit usaha syariah perusahaan asuransi.

Wakil Ketua Umum Bidang Statistik AASI, Srikandi Utami, mengaku tidak bisa memastikan apakah tahun depan akan ada perpindahan dari konvensional ke syariah akibat dua regulasi tersebut. "Tapi tahun ini ada satu perusahaan syariah lokal baru," kata Srikandi, Selasa (4/12).

Srikandi menuturkan saat ini perusahaan bukan hanya sekadar harus memenuhi modal melainkan pengelolaan dana yang prudent dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk itu perusahaan asuransi baik konvensional maupun syariah harus memenuhi standar tersebut. 

Beberapa perusahaan sedang gencar-gencarnya melakukan persiapan spin off. Salah satunya adalah unit usaha syariah Asuransi Manulife. Manulife berencana akan melakukan spin off pada 2014 dengan persiapan sepanjang 2013.

Berbeda dengan Manulife, Adira Insurance baru akan melakukan spin off bila perusahaan sudah membukukan premi Rp 250 miliar. Hal ini bertujuan agar perusahaan bisa membiayai operasionalnya sendiri. Presiden Director Adira Insurrance, Indra Baruna, baru-baru ini mengatakan unit usaha syariahnya telah menyumbang 6 persen dari total premi perusahaan. Per Oktober premi unit usaha syariah Adira adalah Rp103 miliar.

Sumber: Republika
Red: danu

Pertumbuhan Asuransi Syariah Perlu Dukungan Perbankan Syariah


 

 Sebagai satu kesatuan industri keuangan syariah, perkembangan industri asuransi syariah dinilai perlu didukung dengan perkembangan aset perbankan syariah yang lebih besar. 

Jakarta–Pertumbuhan industri asuransi syariah tidak bisa dimungkiri turut terpengaruh dengan pertumbuhan perbankan syariah, yang dengan pembiayaannya bisa mendorong bisnis syariah semakin bergeliat sehingga lebih banyak produk yang bisa diberikan asuransi.

“Karena aset bank syariah yang belum besar, jadi belum bisa maksimal pemberian pembiayaannya. Jadi potensi asuransi syariah juga tidak maksimal. Jadi kalau pembiayaannya tidak ada, dari sisi produk kan apa yang mau diasuransikan,” tutur Presiden Direktur PT Asuransi Adira Dinamika Indra Baruna, kepada wartawan di Jakarta, Senin, 19 November 2012.

Khusus untuk industri syariah sendiri, saat ini ada empat perusahaan asuransi jiwa syariah, dan dua perusahaan asuransi kerugian syariah. Sementara untuk unit usaha, tercatat ada 17 unit usaha syariah yang bergerak di asuransi jiwa dan 20 unit usaha syariah yang bergerak di asuransi kerugian. Sedangkan unit usaha syariah yang bergerak di bidang reasuransi baru berjumlah tiga unit.

Dari data internal yang disampaikan Asuransi Adira, dari sisi premi, untuk asuransi jiwa syariah memiliki pangsa pasar 8,30% atau sebesar Rp2,36 triliun dari total premi asuransi jiwa sebesar Rp28,41 triliun per triwulan dua 2012.

Sedangkan untuk asuransi kerugian dan reasuransi syariah memiliki pangsa pasar 5,19% atau sebesar Rp586 miliar dari total asuransi kerugian dan reasuransi syariah sebesar Rp11,3 triliun. Sehingga secara keseluruhan asuransi dan reasuransi sebesar Rp39,71 triliun, pangsa pasar syariah tercatat 7,42% atau sebesar Rp2,94 triliun

sumber: infobanknews.com
red: danu

Asuransi Syariah Melindungi Usaha UMKM


 

 Jika berbicara bank kita pasti mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensional. Sedangkan asuransi adalah pengelolaan resiko. Mengapa harus asuransi?  karena adanya resiko baik seperti kecelakaan, kehilangan rumah, dan kendaraan sangat perlu diasuransikan karena mempunyai resiko.

Resiko ada karena adanya masalah keuangan dan untuk menghindari ketidak tersediaannya uang. Pengertian Asuransi adalah berkaitan dengan resiko atau transfer of risk. Asuransi atau risk financing transfer berarti mentransfer resiko dengan cara membayar premi. Konsep asuransi konvensional adalah transfer of risk. Pengelolaan asuransi tertanggung membuat perjanjian dengan penanggung dan tidak ada konsep tolong menolong. Di konvensional, premi masuk ke pendapatan. Kemudian perusahaan asuransi akan mentransfer ke perusahaan asuransi lain yang disebut dengan reasuransi.

Secara filosofi syariah, transfer of risk tidak dibenarkan, sesuai dengan QS. Al- Maidah ayat 2. Pengertian Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi, dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau peserta melalui pembentukan kumpulan dana dengan akad tabarru yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Sesungguhnya Konsep tolong menolong dalam asuransi syariah sesuai dengan Al-Qur’an dan ajaran nabi, namun konsep tolong menolong yang di lembagakan seperti asuransi syariah memang belum ada pada jaman rasulullah.

Secara konsep, para peserta asuransi syariah memberikan premi, premi tersebut dibagi 2 yaitu ujroh dan dana tolong menolong. Ujroh digunakan untuk membayar pegawai dalam pengelolaan uang dana tolong menolong. Uang dana tolong menolong digunakan untuk menolong para peserta yang telah diikhlaskan oleh peserta untuk klaim. Pengelolaan resiko yaitu berbagi resiko finansial diantara peserta, perusahaan asuransi bertindak sebagai operator, pool of fund (Pengumpulan dana) dalam mengelola dana tabarru. Dana Tabaru digunakan untuk klaim dan boleh di investasikan di reksadana (pasar modal) dan deposito (perbankan). Dalam Tabarru seharusnya uang yang tidak boleh didiamkan, tetapi harus diinvestasikan dan dananya harus liquid atau mudah dicairkan.

Asuransi mikro sebenarnya bukan hal baru, istilah ini muncul bersamaan dengan aktivitas gerakan microfinance. Microfinance tujuannya untuk memberikan keterjangkauan bagi kelompok menengah kebawah. Asuransi mikro selalu terkait terhadap perlindungan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik jiwa dan harta dengan harga premi dan pertanggungan yang rendah.

Dari sebuah data, 40% dari 51 jt industri sebagian besar mengalami permasalahan akses permodalan, sisanya dari manajemen, dan produksi. Asuransi mikro bertahap dan sedang menggodok produk yang lebih dari sekedar kebutuhan basic, melalui lembaga keuangan mikro baik itu jiwa, kesehatan, dan harta. Sehingga, usaha microfinance mencakup asuransi mikro, melalui perusahan atau industri yang mempunyai hutang akan dipenuhi oleh asuransi. Asuransi mikro syariah juga dapat membantu debitur saat meninggal dan meninggalkan hutang maka hal tersebut bukan menjadi tanggungan ahli waris tetapi menjadi tanggungan asuransi.

Potensi Asuransi Mikro di Indonesia dapat digambarkan melalui piramida pendapatan penduduk. Sebagian besar penduduk yg berada di piramida bawah dilayani oleh lembaga-lembaga oleh bank dan asuransi konvensional. Sedangkan untuk yang menengah seperti bank BRI, untuk kalangan paling bawah justru luput dari pengamatan.

Manfaat asuransi mikro secara Sosial mencoba memberikan perlindungan sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan manfaat secara bisnis yaitu segmen market yang dilayani akan berkembang dan akan membutuhkan asuransi dengan mempunyai investasi di awal dengan brand image. Bagaimana cara memasarkan produk asuransi oleh allianz dengan melalui perantara yang bergandengan dengan BPR, koperasi, dan modal Ventura. Sehingga terjadi perlindungan terhadap portofolionya dan allianz mendapat keuntungan dari asuransi tersebut.

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan segmentasi pasar asuransi syariah antara lain :
a. Tantangan pengembangan produk
Dengan harga murah dan bersaing dengan produk asuransi yang lain.

b. Tantangan dalam pemasaran
Masyarakat menganggap bahwa asuransi adalah program pemerintah dan kurang tertarik sehingga hal tersebut merupakan tantangan bagi allianz dalam memasarkan produk asuransi. 

Asuransi syariah tidak membedakan segmentasi pasar antara mahasiswa dan non mahasiswa, namun jika ingin menjadi nasabah atau bermitra dengan perusahaan asuransi syariah harus melalui partner-partner dari perusahaan asuransi syariah tersebut. Untuk menggarap pangsa pasar asuransi syariah di Indonesia yang masih besar potensinya, tahun depan beberapa perusahaan asuransi direncakanan untuk melakukan spin of dari induknya karena sampai saat ini masih unit.

Untuk merambah pasar luar negeri, sampai saat ini asuransi syariah Indonesia belum bisa mencatatkan dalam jumlah yang cukup signifikan, namun hal ini tetap dilaksanakan dengan transparan dan di awasi oleh DPS. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan sebuah inovasi produk yang hingga saat ini masih sangat terbatas, kedepan inovasi produk diharapkan yang tetap mengutamakan prinsip syariah.

sumber: salingmelindungi.com
red: danu

Asuransi Syariah: Solusi Menghadapi Dunia Global


 Banner IIC Blog

Islam merupakan ajaran yang mengatur kehidupan dalam dimensi akidah, ibadah, dan muamalah, baik muamalah itu hubungan antara manusia dengan Allah, atau hubungan manusia dengan manusia lain dan alam sekitar. Tak terkecuali dalam masalah ekonomi, syariah Islam juga telah mengatur dengan jelas dan mudah. Dikatakan jelas dan mudah karena sebenarnya syariah Islam cukup permisif dan mudah dipahami. Semuanya dapat dikatakan boleh, kecuali secara jelas dan eksplisit dilarang dalam Al Quran atau bertentangan dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Islam juga mengajarkan agar umatnya saling menolong. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat Al Quran, bahwa manusia diperintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa, tapi tidak dalam kejahatan (QS. Al-Maidah:2). Hal inilah yang menjadi salah satu alasan adanya Asuransi Syariah dan keharusan mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.


Konsep Asuransi Syariah
Secara bahasa, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min (saling menanggung), penanggung (operator) disebut mu’ammin, dan tertanggung disebut mu’amman lahu. Musthafa Ahmad Zarqa memaknai asuransi syariah selain memakai sistem ta’min, juga memadukan antara sistem ta’awun (saling menolong) dan tadhamun (saling menanggung). Di Indonesia, asuransi syariah dikenal dengan istilah takaful (menjamin atau saling menanggung) (Wirdyaningsih; 2005, 177-178). Sedangkan menurut istilah, dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama mengenai Ketentuan Umum angka I, pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Lalu, apa bedanya asuransi syariah dengan asuransi konvensional? Dari definisi yang dikemukakan, asuransi syariah haruslah sesuai dengan syariah Islam, artinya tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. Sebagaimana istilah “All Risks” artinya semua dijamin (diperbolehkan), kecuali hal-hal yang dilarang secara spesifik. Berkenaan dengan Asuransi Syariah, ada tiga hal yang dianggap biasa dalam praktik bisnis asuransi konvensional tapi dalam praktik asuransi syariah dilarang, yakni gharar, maisir dan riba.

Gharar artinya adanya ketidakpastian sumber dana yang dipakai untuk membayar klaim dari pemegang polis asuransi. Adanya spekulasi ini disebabkan dalam asuransi konvensional memakai akad tabaduli atau perpindahan risiko (transfer of risk). Ketidakpastian mencakup faktor-faktor antara lain, apakah kerugian akan muncul, kapan terjadinya dan seberapa besar dampaknya. Pihak Penanggung akan menutupi semua risiko yang tidak pasti dengan premi tetap yang diperoleh dari pihak Tertanggung. Sedangkan dalam asuransi syariah, akad yang digunakan adalah akad takafuli atau tolong menolong (sharing of risk). Sehingga dalam upaya menghindari gharar, kontrak asuransi syariah dibuat sejelas mungkin dan tidak boleh ambigu, baik dalam pokok permasalahan dan/atau ruang lingkup kontrak sendiri.

Maisir (judi) artinya ada kemungkinan salah satu pihak diuntungkan sedangkan pihak lainnya dirugikan. Dalam asuransi konvensional, peserta yang sudah membayar premi hingga lunas akan merugi, jika tidak mendapat musibah atau kecelakaan, maka tidak berhak mendapat apa-apa termasuk premi yang disetornya. Akan tetapi, peserta diuntungkan jika belum lama menjadi anggota dan dana premi yang disetorkan masih sedikit, tetapi mendapat klaim asuransi yang lebih besar. Berbeda dengan asuransi syariah, maka peserta yang tidak mengalami musibah akan mendapatkan premi yang disetornya kecuali dana yang dimasukkan ke dalam dana tabarru.

Riba artinya ada kemungkinan dana asuransi yang terkumpul dari pembayaran premi dibungakan. Dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari peserta diinvestasikan dengan menggunakan prinsip bunga. Sedangkan dalam asuransi syariah, dana peserta diinvestasikan dengan menggunakan sistem yang dibenarkan syariah, khususnya musyarakah adan mudharabah.

Selain tiga hal yang dijelaskan di atas, pengelolaan dana premi dalam asuransi konvensional dan asuransi syariah juga berbeda. Dalam asuransi konvensional, peserta membayar premi dan dikelola dengan prinsip bunga. Sedangkan dalam asuransi syariah, dana dari peserta terbagi menjadi dunia, yaitu dana takaful (kontribusi dari peserta sebagai jaminan atas dirinya sendiri dan keluarganya) dan dana tabarru (sedekah untuk umat; prinsip tolong menolong). Selanjutnya, dana ini diinvestasikan sesuai syariah Islam yang sudah jelas tertuang dalam kontrak asuransi syariah.

Kerugian Asuransi Konvensional                                                                                                 
Karena sifatnya yang mengandung gharar (ketidakpastian), dalam empat dekade terakhir, industri asuransi konvensional mengalami kerugian yang sangat besar akibat bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia ataupun alam.

Salah satu kerugian terbesar karena ulah manusia dalam sejarah industri asuransi adalah peristiwa World Trade Center (WTC) 9/11. Kerugian yang diderita industri asuransi mencapai $50 miliar. Kerrugian ini disebabkan adanya gharar yang muncul karena perhitungan Estimation Maximum Losses (EML) atau Perkiraan Kerugian Maksimum. Kerugian yang muncul akibat peristiwa WTC 9/11 jauh lebih besar dari perkiraan. (Muhaimin Iqbal; 2005, 9).

Gempa bumi dan tsunami bolehlah dianggap sebagai bencana alam paling mengerikan dan dapat menimbulkan risiko bagi industri asuransi konvensional. Contohnya gempa bumi yang terjadi di Meulaboh-Aceh, Indonesia pada tanggal 26 Desember 2004 silam. Pada saat itu, terjadi gempa bumi berkekuatan 9,0 skala Richter yang menyebabkan rentetan gelombang tsunami  yang menghantam sedikitnya enam negara Asia. Lebih dari 300.000 korban jiwa tewas dan dilaporkan hilang. Meskipun demikian, kerugian asuransi jiwa diperkirakan rendah, karena kota yang dilanda bencana memiliki kepadatan penduduk rendah. Andaikata gempa terjadi di kota yang kepadatannya lebih tinggi, maka kerugian yang diderita industri asuransi diperkirakan lebih besar. (Muhaimin Iqbal; 2005, 10). Karena adanya unsur gharar, maka apabila terjadi bencana alam yang sedemikian hebat di luar perkiraan, tentulah industri asuransi konvensional akan menderita kerugian yang besar.

Asuransi Syariah Sebagai Solusi
            Melihat permasalahan yang ditimbulkan oleh asuransi konvensional, maka sudah saatnya  umat Islam mulai memikirkan asuransi syariah sebagai sebuah solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Mengapa harus beralih ke asuransi syariah? Jelas, karena sebagai muslim sejati harus menjalankan segala aturan yang ditetapkan dalam agama, tidak hanya ketika menghadap Allah, tapi juga dalam berinteraksi dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Islam adalah agama yang shalihun likuli zaman wa makan (fleksibel dalam setiap masa dan waktu), tapi bukan berarti mengubah aturan dalam agama itu sendiri.

Untuk menjadikan asuransi syariah agar terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan, kontrak asuransi tidak boleh merupakan jual beli, karena kontrak ini rawan adanya gharar (ketidakpastian). Kontrak alternatif yang ditawarkan seperti kontrak Mudharabah (berbagi keuntungan dan kerugian), kontrak musyarakah (usaha dan patungan) dan kontrak kafalah (jaminan) serta kontrak wakalah (perwakilan).

Referensi:
Iqbal, Muhaimin. 2005. Asuransi Umum Syariah dalam  Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Janwari, Yadi. 2005. Asuransi Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Wirdyaningsih, dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana

sumber: salingmelindungi.com
red: danu

Mengapa Asuransi Syariah ?

Mengapa Asuransi Syariah ?

KOMPAS.com - Di dalam ekonomi syariah (muamalah syariah), selain kita mengenal bank syariah, asuransi syariah pun merupakan bagian dari muamalah.
Sebelum kita membahas asuransi syariah maka perlu kita ketahui bahwa asuransi adalah perlindungan suatu nilai ekonomi, nilai ekonomi disini bisa dilihat dari manusia sebagai sumber ekonomi yang dapat menghasilkan uang atau bisa juga barang atau benda yang mempunyai nilai ekonomi seperti rumah, mobil dan lain-lain.
Berbicara mengenai asuransi syariah, ada beberapa landasan penting yang menjelaskan mengapa asuransi syariah dibutuhkan:

1. Di dalam sebuah kehidupan ada resiko dan ketidakpastian. Dalam syariah pernyataan ini didukung di Q.S. Lukman: 34 “… dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorangpun yang mengetahui dibumi mana dia akan mati, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.

2. Kita sebagai umat manusia diwajibkan untuk saling tolong menolong atau saling membantu. Hal ini sangat jelas tersurat dalam Qs Al Maidah:2 “…dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”.

3. Bagi umat manusia yang beriman sangat dianjurkan untuk melakukan perencanaan kedepan untuk diri dan keluarga tercinta, sesuai dengan Qs Al-Hasyir:18 “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang yang diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Setelah kita mengetahui beberapa landasan penting dari asuransi syariah, maka ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam membandingkan asuransi syariah dengan asuransi konvensional yaitu:

1. Fundamental hukum dan operasional yakni (filosofinya) mencari ridho Allah sehingga berdimensi dunia dan akhirat sementara asuransi konvensional tidak ada keharusan untuk memiliki filosofi hukum operasional akhirat.

2. Fundamental hukum dan operasionalnya adalah berdasarkan Al Quran, hadist serta hukum positif yang berlaku. Asuransi konvensional hanya menggunakan hukum positif yang berlaku.

3. Managemen dalam struktur organisasi terdapat DPS (Dewan Pengawas Syariah) dengan tugas dan fungsi memastikan bahwa operasional, managemen, investasi dan produk perusahaan tidak menyimpang dari prinsip syariah.

4. Sistem akuntansinya adalah membuat laporan yang terbuka dimulai dari sumber dana, penggunaan dan zakatnya. Pada konvensional tidak ada kewajiban harus terbuka dalam hal sistem pembukuannya.

5. Produknya didisain agar terhindar dari unsur gharar (sesuatu yang tidak jelas), maisir (bersifat spekulatif) dan riba (bunga).

6. Operasional pengelolaan resiko berdasarkan prinsip membagi resiko (sharing of risk) diantara mereka, sementara konvensional memiliki konsep transfer of risk yakni pemindahan resiko dari peserta ke perusahaan, ini memiliki konsekuensi dana yang diperoleh menjadi berpindah dari peserta menjadi milik perusahaan.

7. Operasional investasi dana kelolaan pada instrumen berbasis syariah, khusus untuk saham syariah di Indonesia dapat dilihat pada data Jakarta Islamic Index. Pada asuransi konvensional bebas menentukan instrumen investasi.

8. Operasional pembayaran klaim resiko bersumber dari rekening dana tabbaru yaitu dana yang sejak awal sudah diniatkan dan diikhlaskan untuk kepentingan sosial atau tolong menolong diantara peserta takaful (saling menanggung) apabila terjadi musibah. Pada asuransi konvensional dana ini tercermin di rasio RBC (Risk Based Capital) atau rasio resiko berbanding modal.

Demikian pembaca yang bijaksana berdasarkan hal-hal yang telah tersebut diatas maka perusahaan asuransi syariah tentu memiliki kultur perusahaan berbasis syariah islam, dimana dana yang terkumpul merupakan hak dari peserta, perusahaan syariah hanya memegang amanah untuk mengelolannya, sedangkan pada konvensional dana yang terkumpul menjadi hak perusahaan sehingga perusahaan bebas melakukan alokasi investasinya.  (Oktin Utama, praktisi asuransi syariah, partner TGRM Perencana Keuangan)
sumber: nasional.kompas.com
Red.: danu

Menkeu Cabut Izin Asuransi Syariah Mubarakah

Headline
Direktur Eksekutif Lembaga Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani - IST


INILAH.COM, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemnekeu) sudah mencabut izin operasional Asuransi Syariah Mubarakah sejak 28 Desember 2012 lalu.

"Iya, izin operasionalnya sebetulnya sudah dicabut sejak 28 Desember tahun lalu oleh Kementerian Keuangan," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani, Rabu (23/1/2013).

Dalam keterangan resmi, Rabu (23/1/2013), OJK mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Syariah Mubarakah sebagai perusahaan asuransi jiwa. Pencabutan izin ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP 779/KM10/2012.

"Dengan ini diumumkan bahwa Menkeu telah mencabut izin usaha PT Asuransi Syariah Mubarakah pada 28 Desember 2012," kata Direktur Komunikasi dan Hubungan Internasional OJK, Gonthor Ryantori Azis.

Pencabutan izin usaha perusahaan tersebut mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menkeu atas perusahaan tersebut.

PT Asuransi Syariah Mubarakah didirikan tanggal 18 Oktober 1993 di Balikpapan. Pada tahun 2001 PT Asuransi Jiwa Mubarakah dikonversi 100% menjadi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Nasional pertama. [hid]

Asuransi Syariah, Halalkah?

 
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum

Semoga Allah selalu melindungi kita dengan hidayah-Nya!

Ustaz, saya mau tanya mengenai kehalalan asuransi syariah. Kemarin saya terlibat pembicaraan 4 mata dengan teman saya. Dia mengatakan, kehalalan asuransi syariah dipertanyakan. Alasannya dengan memberikan permisalan, kalau kita sakit terus dana yang kita investasikan di perusahaan asuransi syariah baru ada 6 juta, sementara dana yang kita klaim misalnya 10 juta, maka dari mana yang 4 juta?

Nah, bagaimana sebenarnya pandangan para ulama atas kehalalan asuransi syariah, Ust? Mengingat alasan saya ikut asuransi yakni untuk mengamankan diri dari kesulitan dana, bila mendadak saya sakit atau yang lain. Dana pengobatan sendiri saat ini relatif mahal. Sementara, jika kita investasikan dalam bentuk tabungan di bank, mungkin perkembangan tabungan kita tidak akan mampu mengimbangi inflasi 10-20 tahun ke depan. Saya juga mendengar, bahwa dana yang kita investasikan ke asuransi syariah diawasi oleh BI penggunanaannya, misalnya tidak boleh ke hal-hal yang haram.

Atas jawaban Ustaz, saya ucapkan terima kasih dan jazakumullah khairan katsira!


Wassalam


Abdul Rahman



Jawaban:
Wa'alaikumussalam wr. wb.

Mas Abdul yang dirahmati Allah. Ada dua hal yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi syariah dalam pengelolaan dana peserta. Yang pertama, sistem bagi hasil terhadap hasil pengelolaan dana. Dan yang kedua, sistem bagi risiko di antara sesama peserta.

Sistem pertama menggunakan akad tijarah, yaitu akad yang dilakukan untuk tujuan komersil. Sementara sistem kedua menggunakan akad tabarru’, yaitu akad yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong menolong sesama peserta. Dana yang terkumpul dari kedua sistem ini dipisahkan dan diletakkan pada dua akun yang terpisah.

Perusahaan asuransi syariah kemudian akan mengelola dana tabarru’ dan dana milik peserta (tijarah), berdasarkan konsep bagi hasil dengan menginvestasikannya pada instrumen berbasis syariah. Sehingga, diharapkan dana tabarru’ yang terkumpul, cukup untuk membayar klaim yang terjadi. Dana peserta juga diharapkan akan berkembang sesuai dengan yang direncanakan.

Asuransi yang dalam bahasa arab disebut dengan at-ta’min, merupakan akad yang tergolong baru dan belum muncul pada masa awal perkembangan fiqh Islam. Hal ini tentu saja menimbulkan diskusi dan perbincangan di kalangan para ulama menjadi dua pendapat, yaitu menghalalkan dan mengharamkan.

Pendapat yang mengharamkan berpendapat, bahwa asuransi konvensional mengandung maysir (judi), gharar (ketidakjelasan) dan riba (bunga). Dari kenyataan tersebut, kemudian dianalisis hukum atau syariat Islam yang menyiratkan bahwa, di dalam ajaran Islam termuat substansi perasuransian (asuransi syariah).

Substansi itu antaranya prinsip tolong menolong seperti dalam hadis Nabi SAW, bahwa perumpamaan persaudaraan kaum Muslim seumpama satu tubuh (HR. Muslim). Demikian pula dengan prinsip pada perencanaan atau antisipasi terhadap musibah (Surat An-Nisa’ ayat 9).

Alasan tersebut yang melahirkan fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, di mana prinsipnya menolak asuransi konvensional dan membolehkan asuransi syariah. Dalam penjelasannya, melarang perusahaan asuransi syariah untuk menginvestasikan dana peserta pada hal-hal yang diharamkan oleh syariat Islam. Wallahu a’lam.


Wassalaamu'alaikum wr. wb.


Salahuddin El AyyubiProgram Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
ROL Republika

Asuransi Pemerintah




Asuransi Pemerintah (BUMN)
• PT ASABRI
• PT Asuransi Ekspor Indonesia [
Situs Resmi]
• PT Asuransi Jasa Indonesia [
Situs Resmi]
• PT Asuransi Jasa Raharja [
Situs Resmi]
• PT Asuransi Jiwasraya [
Situs Resmi]
• PT Asuransi Kesehatan Indonesia [
Situs Resmi]
• PT Jamsostek [
Situs Resmi]
• PT Reasuransi Umum Indonesia [
Situs Resmi]
• PT Taspen [
Situs Resmi]• Jasa Pembiayaan
• Perum Pegadaian [
Situs Resmi]
• Perum Sarana Pengembangan Usaha [
Situs Resmi]
• PT Danareksa [
Situs Resmi]
• PT Kliring Berjangka Indonesia [
Situs Resmi]
• PT PANN Multi Finance [
Situs Resmi]
• PT Permodalan Nasional Madani [
Situs Resmi]